Syetan senantiasa menggoda manusia untuk cenderung pada keburukan dengan berbagai cara. Berikut adalah 5 cara yang dilakukan syetan untuk menjerumuskan manusia:
1. Syetan menawarkan kekufuran.
Syetan mempengaruhi manusia untuk mendewakan akalnya dan menganggap bahwa agama merupakan keterbelakangan sehingga manusia menolak agama Allah.
2. Syetan menawarkan bid’ah.
Syetan membiarkan manusia beragama tapi mempengaruhinya agar merasa pendapatnyalah yang paling benar sehingga ia melenceng dari agama Allah.
3. Syetan menggoda lewat dosa besar.
Syetan menggoda manusia untuk melakukan dosa-dosa besar seperti: zina, minum khamr.
4. Syetan menggoda lewat dosa kecil.
Syetan menggoda manusia untuk melakukan dosa-dosa kecil karena manusia mudah terlena akan dosa kecil,misalnya berbohong.
5. Syetan menggoda lewat hal-hal mubah.
Ini adalah siasat terakhir syetan ketika 4 cara di atas tidak mempan. Syetan akan mempengaruhi manusia untuk sering melakukan hal-hal yang mubah sehingga pada akhirnya yang mubah akan mengalahkan yang wajib. Contohnya menunda sholat karena sedang asyik nonton TV.
Semoga dengan mengetahui siasat syetan, kita akan menjadi lebih waspada dan senantiasa berusaha meningkatkan keimanan kita. Wallahu a’lam bishowab.
Ditulis ulang dari materi kultum (katanya dari buku La Tahzan)
[ Read More ]
1. Syetan menawarkan kekufuran.
Syetan mempengaruhi manusia untuk mendewakan akalnya dan menganggap bahwa agama merupakan keterbelakangan sehingga manusia menolak agama Allah.
2. Syetan menawarkan bid’ah.
Syetan membiarkan manusia beragama tapi mempengaruhinya agar merasa pendapatnyalah yang paling benar sehingga ia melenceng dari agama Allah.
3. Syetan menggoda lewat dosa besar.
Syetan menggoda manusia untuk melakukan dosa-dosa besar seperti: zina, minum khamr.
4. Syetan menggoda lewat dosa kecil.
Syetan menggoda manusia untuk melakukan dosa-dosa kecil karena manusia mudah terlena akan dosa kecil,misalnya berbohong.
5. Syetan menggoda lewat hal-hal mubah.
Ini adalah siasat terakhir syetan ketika 4 cara di atas tidak mempan. Syetan akan mempengaruhi manusia untuk sering melakukan hal-hal yang mubah sehingga pada akhirnya yang mubah akan mengalahkan yang wajib. Contohnya menunda sholat karena sedang asyik nonton TV.
Semoga dengan mengetahui siasat syetan, kita akan menjadi lebih waspada dan senantiasa berusaha meningkatkan keimanan kita. Wallahu a’lam bishowab.
Ditulis ulang dari materi kultum (katanya dari buku La Tahzan)
Senyum merupakan hal yang sering kita lakukan ketika sedang senang atau melihat sesuatu yang lucu. Tapi tahukah bahwa senyum ternyata banyak manfaatnya?
Sebagai seorang muslim, senyum memiliki nilai ibadah. Setiap senyuman kita pada sesama adalah sedekah. Bahkan merupakan sunnah Rasul. Rasulullah adalah pribadi yang banyak tersenyum. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Tirmidzi “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak senyumannya selain Rasulullah SAW” (HR. Tirmidzi)
Nah, yang berikut adalah manfaat senyum dari sisi ilmiah:
1. Senyum yang ikhlas tanpa paksaan dapat menghindarkan kita dari penyakit kardiovaskuler.
Senyum sebanyak 20 kali –masing2 berdurasi 20 detik- dapat menghasilkan endorphin yang berfungsi melebarkan pembuluh darah dan menghambat epinefrin. Tingginya kadar epinefrin akan menimbulkan penyempitan pembuluh darah dan merangsang gerak jantung menjadi lebih cepat sehingga dapat menyebabkan hipertensi yang berpotensi pada stroke.
2. Senyum menimbulkan efek relaksasi.
Senyum dapat membuat perasaan menjadi rileks, bahagia dan menurunkan tingkat stress.
3. Senyum mencegah timbulnya sembelit.
Pada pagi hari, gerak peristaktik usus masih lambat. Senyuman di pagi hari akan merangsang gerak usus akibat kontraksi otot perut yang ditimbulkan oleh senyum.
4. Senyum merekduksi pengeluaran kalium.
Marah atau stress dapat menghilangkan banyak kalium akibat kontraksi berbagai otot ketika sedang marah. Akibatnya si pemarah dapat terkena hipokalemia (kadar kalium rendah dalam darah). Fungsi kalium adalah meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot dan membantu tekanan darah. Dengan tersenyum dapat merilekskan otot sehingga mereduksi pengeluaran kalium.
Ternyata senyum banyak manfaatnya kan? Ayo sering-sering tersenyum, asal jangan senyum-senyum sendiri tanpa sebab ya:-)
Ditulis ulang dari Majalah Ummi
[ Read More ]
Sebagai seorang muslim, senyum memiliki nilai ibadah. Setiap senyuman kita pada sesama adalah sedekah. Bahkan merupakan sunnah Rasul. Rasulullah adalah pribadi yang banyak tersenyum. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Tirmidzi “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak senyumannya selain Rasulullah SAW” (HR. Tirmidzi)
Nah, yang berikut adalah manfaat senyum dari sisi ilmiah:
1. Senyum yang ikhlas tanpa paksaan dapat menghindarkan kita dari penyakit kardiovaskuler.
Senyum sebanyak 20 kali –masing2 berdurasi 20 detik- dapat menghasilkan endorphin yang berfungsi melebarkan pembuluh darah dan menghambat epinefrin. Tingginya kadar epinefrin akan menimbulkan penyempitan pembuluh darah dan merangsang gerak jantung menjadi lebih cepat sehingga dapat menyebabkan hipertensi yang berpotensi pada stroke.
2. Senyum menimbulkan efek relaksasi.
Senyum dapat membuat perasaan menjadi rileks, bahagia dan menurunkan tingkat stress.
3. Senyum mencegah timbulnya sembelit.
Pada pagi hari, gerak peristaktik usus masih lambat. Senyuman di pagi hari akan merangsang gerak usus akibat kontraksi otot perut yang ditimbulkan oleh senyum.
4. Senyum merekduksi pengeluaran kalium.
Marah atau stress dapat menghilangkan banyak kalium akibat kontraksi berbagai otot ketika sedang marah. Akibatnya si pemarah dapat terkena hipokalemia (kadar kalium rendah dalam darah). Fungsi kalium adalah meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot dan membantu tekanan darah. Dengan tersenyum dapat merilekskan otot sehingga mereduksi pengeluaran kalium.
Ternyata senyum banyak manfaatnya kan? Ayo sering-sering tersenyum, asal jangan senyum-senyum sendiri tanpa sebab ya:-)
Ditulis ulang dari Majalah Ummi
Allah SWT telah menjelaskan kepada kita bagaimana pemimpin yang baik itu, melalui beberapa contoh kepemimpinan yang Allah ketengahkan dalam kitab-Nya, Al-Qur’an. Dalam QS Al-Qashash: 26, Allah SWT berfirman: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Wahai bapakku, ambillah ia (Musa) sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat (al-qawiyy) lagi dapat dipercaya (al-amin)".
Dalam ayat tersebut, Musa as disifati memiliki dua sifat yaitu al-qawiyy (kuat) dan al-amin (bisa dipercaya). Inilah dua sifat yang harus dimiliki oleh seseorang yang “bekerja untuk negara”. Dua sifat tersebut adalah al-quwwah yang bermakna kapabilitas, kemampuan, kecakapan, dan al-amanah yang bermakna integritas, kredibilitas, moralitas.
1. Al Quwwah
Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan ketika ia memegang amanah kepemimpinan. Kepemimpinan tidak boleh diserahkan kepada orang-orang yang lemah. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa Rasulullah Saw pernah menolak permintaan dari Abu Dzar al-Ghifariy yang menginginkan sebuah kekuasaan. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Abu Dzar berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah tidakkah engkau mengangkatku sebagai penguasa (amil)?” Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah. Padahal, kekuasaan itu adalah amanah yang kelak di hari akhir hanya akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan hak, dan diserahkan kepada orang yang mampu memikulnya.”Yang dimaksud dengan kekuatan di sini adalah kekuatan ‘aqliyyah dan nafsiyyah. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan akal sehat dan syari’at Islam. Seorang yang lemah akalnya, pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan-urusan rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara pelik yang harus segera diambil tindakan. Pemimpin yang memiliki kekuatan akal akan mampu menelorkan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana yang mampu melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Sebaliknya, pemimpin yang lemah akalnya, sedikit banyak pasti akan merugikan dan menyesatkan rakyatnya.
Selain harus memiliki kekuataan ‘aqliyyah, seorang pemimpin harus memiliki kekuatan nafsiyyah (kejiwaan). Kejiwaan yang kuat akan mencegah seorang pemimpin dari tindakan tergesa-gesa, sikap emosional, dan tidak sabar. Seorang pemimpin yang lemah kejiwaannya, cenderung akan mudah mengeluh, gampang emosi, serampangan dan gegabah dalam mengambil tindakan. Pemimpin seperti ini tentunya akan semakin menyusahkan rakyat yang dipimpinnya.
Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’min yang kuat lebih dicintai Allah dari mu’min yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah “Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi”. HR. Muslim
2. Amanah
Amanah dalam bahasa Arab berarti memenuhi janji. Amanah diambil dari kata Al-amnu (rasa aman) lawan dari ketakutan. Amanah berarti merasa aman dari pengkhianatan.
Sedangkan secara istilah: Segala sesuatu yang harus dijaga dan ditunaikan, baik itu hak-hak Alloh seperti ibadah dan menjauhi maksiat. Maupun hak-hak sesama manusia, seperti menjaga rahasia dan menepati janji.
Dan dari Jabir ra. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata :Kapan terjadi Kiamat ? » Rasulullah saw. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata : » Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya « . Berkata sebagian yang lain : » Rasul saw. tidak mendengar”. Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya:” Mana yang bertanya tentang Kiamat ?” Berkata orang Badui itu:” Saya wahai Rasulullah saw. “. Rasul saw. berkata:” Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah Kiamat”. Bertanya:” Bagaimana menyia-nyiakannya?”. Rasul saw. menjawab:” Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat” (HR Bukhari)
Hadits ini sebuah peringatan dari Rasul saw. agar amanah itu diberikan kepada ahlinya. Dan puncak amanah adalah amanah dalam kepemimpinan umat. Jika pemimpin umat tidak amanah berarti kita tinggal menunggu kiamat atau kehancuran.
Ciri-Ciri Pemimpin yang tidak amanah, adalah sbb :
Pertama, pemimpin yang tidak memenuhi syarat keahlian, yaitu sebagaimana syarat pemimpin yang disepakati ulama Islam, adalah : Islam, baligh dan berakal, lelaki, mampu (kafaah), merdeka atau bukan budak dan sehat indra dan anggota badannya.
Ciri kedua pemimpin yang tidak amanah adalah mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya.
Ciri ketiga adalah berlaku zhalim. Yang dipikirkan adalah kekuasaannya dan fasilitas dari kekuasaan itu, tidak peduli rakyat menderita dan sengsara bahkan tidak peduli tumpahnya darah rakyat karena kezhalimannya.
Ciri keempat adalah menyesatkan umat. Pemimpin yang tidak amanah akan melakukan apa saja untuk menyesatkan umat. Misalnya, dengan kekayaannya yang diperoleh secara zhalim membeli media masa untuk menjadi ‘corongnya’. Rasul saw bersabda:” “Selain Dajjaal ada yang lebih aku takuti atas umatku; yaitu para pemimpin yang sesat” (HR Ahmad).
Ciri kelima adalah membuat dan rusak dan hancur seluruh tatanan sosial masyarakat. Salah satu bentuknya adalah menjadi dominannya seluruh bentuk kemaksiatan dalam kepemimpinannya, seperti kemusyrikan, sihir dan perdukunan, zina dan pornografi, minuman keras dan Narkoba, pencurian dan korupsi, pembunuhan dan kekerasan, dll.
Wallahu a’lam bis showab
Dicopas dan diringkas dari sumber berikut: 1,2,3,4
[ Read More ]
Dalam ayat tersebut, Musa as disifati memiliki dua sifat yaitu al-qawiyy (kuat) dan al-amin (bisa dipercaya). Inilah dua sifat yang harus dimiliki oleh seseorang yang “bekerja untuk negara”. Dua sifat tersebut adalah al-quwwah yang bermakna kapabilitas, kemampuan, kecakapan, dan al-amanah yang bermakna integritas, kredibilitas, moralitas.
1. Al Quwwah
Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan ketika ia memegang amanah kepemimpinan. Kepemimpinan tidak boleh diserahkan kepada orang-orang yang lemah. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa Rasulullah Saw pernah menolak permintaan dari Abu Dzar al-Ghifariy yang menginginkan sebuah kekuasaan. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Abu Dzar berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah tidakkah engkau mengangkatku sebagai penguasa (amil)?” Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah. Padahal, kekuasaan itu adalah amanah yang kelak di hari akhir hanya akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan hak, dan diserahkan kepada orang yang mampu memikulnya.”Yang dimaksud dengan kekuatan di sini adalah kekuatan ‘aqliyyah dan nafsiyyah. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan akal sehat dan syari’at Islam. Seorang yang lemah akalnya, pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan-urusan rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara pelik yang harus segera diambil tindakan. Pemimpin yang memiliki kekuatan akal akan mampu menelorkan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana yang mampu melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Sebaliknya, pemimpin yang lemah akalnya, sedikit banyak pasti akan merugikan dan menyesatkan rakyatnya.
Selain harus memiliki kekuataan ‘aqliyyah, seorang pemimpin harus memiliki kekuatan nafsiyyah (kejiwaan). Kejiwaan yang kuat akan mencegah seorang pemimpin dari tindakan tergesa-gesa, sikap emosional, dan tidak sabar. Seorang pemimpin yang lemah kejiwaannya, cenderung akan mudah mengeluh, gampang emosi, serampangan dan gegabah dalam mengambil tindakan. Pemimpin seperti ini tentunya akan semakin menyusahkan rakyat yang dipimpinnya.
Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’min yang kuat lebih dicintai Allah dari mu’min yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah “Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi”. HR. Muslim
2. Amanah
Amanah dalam bahasa Arab berarti memenuhi janji. Amanah diambil dari kata Al-amnu (rasa aman) lawan dari ketakutan. Amanah berarti merasa aman dari pengkhianatan.
Sedangkan secara istilah: Segala sesuatu yang harus dijaga dan ditunaikan, baik itu hak-hak Alloh seperti ibadah dan menjauhi maksiat. Maupun hak-hak sesama manusia, seperti menjaga rahasia dan menepati janji.
Dan dari Jabir ra. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata :Kapan terjadi Kiamat ? » Rasulullah saw. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata : » Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya « . Berkata sebagian yang lain : » Rasul saw. tidak mendengar”. Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya:” Mana yang bertanya tentang Kiamat ?” Berkata orang Badui itu:” Saya wahai Rasulullah saw. “. Rasul saw. berkata:” Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah Kiamat”. Bertanya:” Bagaimana menyia-nyiakannya?”. Rasul saw. menjawab:” Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat” (HR Bukhari)
Hadits ini sebuah peringatan dari Rasul saw. agar amanah itu diberikan kepada ahlinya. Dan puncak amanah adalah amanah dalam kepemimpinan umat. Jika pemimpin umat tidak amanah berarti kita tinggal menunggu kiamat atau kehancuran.
Ciri-Ciri Pemimpin yang tidak amanah, adalah sbb :
Pertama, pemimpin yang tidak memenuhi syarat keahlian, yaitu sebagaimana syarat pemimpin yang disepakati ulama Islam, adalah : Islam, baligh dan berakal, lelaki, mampu (kafaah), merdeka atau bukan budak dan sehat indra dan anggota badannya.
Ciri kedua pemimpin yang tidak amanah adalah mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya.
Ciri ketiga adalah berlaku zhalim. Yang dipikirkan adalah kekuasaannya dan fasilitas dari kekuasaan itu, tidak peduli rakyat menderita dan sengsara bahkan tidak peduli tumpahnya darah rakyat karena kezhalimannya.
Ciri keempat adalah menyesatkan umat. Pemimpin yang tidak amanah akan melakukan apa saja untuk menyesatkan umat. Misalnya, dengan kekayaannya yang diperoleh secara zhalim membeli media masa untuk menjadi ‘corongnya’. Rasul saw bersabda:” “Selain Dajjaal ada yang lebih aku takuti atas umatku; yaitu para pemimpin yang sesat” (HR Ahmad).
Ciri kelima adalah membuat dan rusak dan hancur seluruh tatanan sosial masyarakat. Salah satu bentuknya adalah menjadi dominannya seluruh bentuk kemaksiatan dalam kepemimpinannya, seperti kemusyrikan, sihir dan perdukunan, zina dan pornografi, minuman keras dan Narkoba, pencurian dan korupsi, pembunuhan dan kekerasan, dll.
Wallahu a’lam bis showab
Dicopas dan diringkas dari sumber berikut: 1,2,3,4